kursus komputer majalengka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hak-Hak Perempuan
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang wanita terkadang menemukan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi bisa terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, family (antara suami dan istri), sampai kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi berikut maka kemudian tidak sedikit pihak terutama wanita sendiri menyadari pentingnya mengusung isu hak wanita sebagai di antara jenis hak asasi insan yang mesti dapat dinyatakan dan dipastikan perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka lantas perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.
Hak asasi perempuan, ialah hak yang dipunyai oleh seorang perempuan, baik sebab ia seorang insan maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi insan dapat didatangi pengaturannya dalam sekian banyak sistem hukum mengenai hak asasi insan Dalam definisi tersebut diterangkan bahwa pengaturan tentang pengakuan atas hak seorang wanita ada dalam sekian banyak sistem hukum mengenai hak asasi manusia. System hukum mengenai hak asasi insan yang dimaksud ialah system hukum hak asasi insan baik yang ada dalam ranah internasional maupun nasional. Khusus tentang hak-hak wanita yang ada dalam system hukum mengenai hak asasi insan dapat ditemukan baik secara gamblang maupun implisit. Dengan pemakaian ucapan-ucapan yang umum terkadang menciptakan pengaturan itu menjadi berlaku pula guna kepentingan perempuan. Dalam urusan ini bisa dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pernyataan atas hak-hak perempuan. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 mengenai Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).
Dengan ratifikasi Konvensi Wanita tersebut, maka segala format diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki–laki – perempuan) mesti dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh perempuan dibawah upah buruh lelaki harus dihapus, demikian pula dunia politik bukanlah milik lelaki maka wanita harus diberi peluang yang sama menempati posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap lelaki dan wanita, bukan sebab jenis kelaminnya tetapi sebab perbedaan pada prestasi. Kita mesti menyadari bahwa pembangunan sebuah negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum perempuan atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak dapat membantah besarnya donasi wanita terhadap kesejahteraan family dan memperbanyak anak . Hal ini menunjukan kewajiban adanya pembagian tanggung jawab antara lelaki dan perempuan dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.
kursus komputer majalengka
Adanya kasus-kasus penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Perempuan (TKW) dari Indonesia di negara-negara destinasi telah mengindikasikan adanya pelanggaran hak-hak wanita sebagai di antara bagian dari hak asasi manusia. Kasus-kasus penyiksaan terhadap TKW Indonesia sudah terjadi semenjak dulu. Pada tahun 2007, TKW asal Desa Ngrangkah Pawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, Jatim, Endah Sugiarti (24) diguyur air keras oleh majikannya di Hongkong. Selain tersebut ada pula kasus-kasus penyiksaan lain yang terjadi dan dirasakan oleh semua TKW terutama di Arab Saudi. Jumlah permasalahan penganiayaan terhadap TKW di Arab Saudi tertinggi di semua negara penempatan TKI. Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, sepanjang Januari-Juni 2007 saja terdaftar 118 kasus. 20 kali lipat lebih tinggi bila dikomparasikan kasus serupa di Malaysia yang melulu 6 kasus. Di samping penganiayaan, pun tercatat 118 permasalahan pelecehan seksual. Padahal di negara-negara Asia Pasifik laksana Malaysia, Hongkong, Singapura dan Taiwan jumlah permasalahan pelecehan seksual melulu 9.Bahkan jumlah permasalahan pemutusan hubungan kerja secara sepihak di negara tersebut mencapai 1.127 kasus. Dua kali lipat dikomparasikan kasus yang terjadi di semua negara Asia Pasifik.
Salah satu permasalahan penganiayaan terhadap TKW yang baru-baru ini terjadi ialah kasus penyiksaan terhadap Siti Hajar. TKW asal Garut, Jawa Barat akhir-akhir ini ramai diperbincangkan bersangkutan penganiayaan terhadap dirinya oleh majikannya di malaysia. Kasus Siti hajar ini bukanlah yang kesatu yang diterima oleh semua TKW Indonesia di Malaysia, sebelumnya sudah tidak sedikit kasus-kasus yang laksana ini. Kali ini Kasus Siti hajar yang menyita tidak sedikit perhatian masyarakat.Betapa kejamnya penduduk negara malaysia dan tak henti-hentinya menciptakan masalah dengan negara ini. Siti Hajar merasakan penyiksaan berat oleh majikannya Hau Yuang Tyng alias Michele. Selama bekerja 34 bulan di lokasi tinggal majikannya, Siti pun tidak pernah menemukan gaji. Karena tak tahan dengan perlakuan majikannya, Siti Hajar kabur dari lokasi tinggal majikannya dan menumpang taksi yang lantas membawanya ke KBRI Kuala Lumpur.
Adanya tindakan penyiksaan yang dilaksanakan terhadap TKW Indonesia tersebut memunculkan permasalahan-permasalahan berhubungan dengan hak asasi insan HAM sejatinya ialah hak-hak yang diserahkan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang mempunyai sifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada dominasi apapun di dunia yang bisa mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti dengan hak-haknya tersebut manusia dapat melakukan sesuatu yang dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya.Oleh sebab itulah hak asasi insan yang dipunyai oleh masing-masing orang ini mesti dibuntuti juga dengan sikap dan perilaku insan lainnya guna menghormati eksistensi hak asasi insan yang dipunyai setiap orang. Penghormatan itu tentunya dilaksanakan dengan tidak mengerjakan pelanggaran HAM oleh pihak beda terhadap diri seseorang. Penghormatan atas HAM yang diinginkan pada individu seseorang tentunya tidak bisa kita temukan dalam kasus-kasus penyiksaan yang terjadi pada TKW-TKW asal Indonesia di luar negeri.
kursus komputer majalengka
Salah satu jenis dan ranah hak asasi insan yang terlanggar dengan adanya kasus-kasus penyiksaan TKW asal Indonesia ialah hak-hak perempuan. Setiap perempuan memiliki hak-hak eksklusif yang sehubungan dengan hak asasi insan yang dinyatakan dan dibentengi oleh undang-undang. Dalam undang-undang HAM, hak-hak perempuan dibentengi dalam sejumlah macam, antara beda :
1. Hak-hak wanita di dunia politik dan pemerintahan
2. Hak-hak wanita di bidang kewarganegaraan
3. Hak-hak wanita di bidang edukasi dan pengajaran
4. Hak-hak wanita di bidang ketenagakerjaan
5. Hak-hak wanita di bidang kesehatan
6. Hak-hak wanita untuk mengerjakan perbuatan hukum
7. Hak-hak wanita dalam ikatan/ putusnya perkawinan
Terkait dengan adanya kasus-kasus penganiyaan terhadap TKW di luar negeri maka hak wanita yang sudah dilanggar ialah hak-hak wanita di bidang ketenagakerjaan dan di bidang kesehatan. Adanya kasus-kasus tersebut sudah menyadarkan anda bahwa di samping perbuatan-perbuatan dari pelaku yang mempunyai sifat kriminal atau tindak pidana, tindakan pelaku pun adalahperbuatan yang sudah melanggar hak asasi manusia terutama hak-hak perempuan.
Karena itulah pada penulisan makalah kali ini pengarang akan berjuang menjelaskan hak-hak wanita apa saja yang sudah dilanggar atas kasus-kasus TKW yang sudah terjadi, terutama pada permasalahan penganiayaan yang dirasakan oleh Siti Hajar yang bekerja di Malaysia sebagai penolong rumah tangga. Penulisan dilaksanakan dengan mengerjakan analisa terhadap permasalahan dengan memakai peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Peraturan-peraturan yang berhubungan antara lain; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945, Convention On the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (1979)/ CEDAW dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 mengenai Ratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Universal Declaration of Human Rights /Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (1947), Internasional Covenant on Civil and Political Rights / ICCPR, Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Politik Wanita, Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya / ECOSOC, Konvensi mengenai Kewarganegaraan Wanita Kawin, Konvensi mengenai Kewarganegaraan Wanita, Konvensi Melawan Diskriminasi Dalam Pendidikan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan. Atas dasar analisa itulah maka pengarang akan menciptakan makalah dengan judul “Pelanggaran Hak-Hak Perempuan Atas Penganiayaan yang Dilakukan Terhadap Tenaga Kerja Wanita Asal Indonesia di Luar Negeri”.
1.2 Idintifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibentuk sebelumnya pengarang akan mengusung pokok persoalan yang berhubungan dengan kasus-kasus penyiksaan TKW dan hak-hak wanita yang sudah dilanggar. Pokok persoalan dalam penulisan makalah kali ini yakni ; Bagaimanakah pelanggaran yang terjadi atas hak-hak wanita menurut instrumen internasional dan nasional dikaitkan dengan fakta adanya penyiksaan yang terjadi terhadap TKW?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hak-Hak Perempuan
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang wanita terkadang menemukan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi bisa terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, family (antara suami dan istri), sampai kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi berikut maka kemudian tidak sedikit pihak terutama wanita sendiri menyadari pentingnya mengusung isu hak wanita sebagai di antara jenis hak asasi insan yang mesti dapat dinyatakan dan dipastikan perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka lantas perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.
Hak asasi perempuan, ialah hak yang dipunyai oleh seorang perempuan, baik sebab ia seorang insan maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi insan dapat didatangi pengaturannya dalam sekian banyak sistem hukum mengenai hak asasi manusia. Dalam definisi tersebut diterangkan bahwa pengaturan tentang pengakuan atas hak seorang wanita ada dalam sekian banyak sistem hukum mengenai hak asasi manusia. System hukum mengenai hak asasi insan yang dimaksud ialah system hukum hak asasi insan baik yang ada dalam ranah internasional maupun nasional. Khusus tentang hak-hak wanita yang ada dalam system hukum mengenai hak asasi insan dapat ditemukan baik secara gamblang maupun implisit. Dengan pemakaian ucapan-ucapan yang umum terkadang menciptakan pengaturan itu menjadi berlaku pula guna kepentingan perempuan. Dalam urusan ini bisa dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pernyataan atas hak-hak perempuan.
Dari semua sistem hukum mengenai hak asasi manusia, saya dan anda bisa menemukan jenis-jenis hak-hak wanita yang ada dalam system hukum tersebut. Jenis hak-hak wanita yang ada, antara lain:
kursus komputer majalengka
1. Hak-Hak Perempuan di Bidang Politik
Sama halnya dengan seorang pria, seorang perempuan pun mempunyai hak yang sama guna turut serta dalam pemerintahan. Hak-hak wanita yang dinyatakan dan dilaksanakan perlindungan terhadapnya berhubungan dengan hak-hak wanita di bidang politik, antara beda :
a. Hak guna berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam perumusan kepandaian pemerintah dan pengamalan kebijakan.
b. Hak guna dipilih dan memilih dalam pemilihan rutin yang bebas guna menilai wakil rakyat di pemerintahan
c. Hak guna ambil unsur dalam organisasi-organisasi pemerintah dan non-pemerintah dan himpunan-himpunan yang sehubungan dengan kehidupan pemerintah dan politik negara tersebut.
Dasar hukum atas hak-hak wanita di dunia politik tersebut bisa ditemukan dalam instrumen internasional. Dimana hak-hak itu dapat ditemukan dalam bahasa yang umum dalam Pasal 21 DUHAM butir 1 dan 2, Pasal 25 ICCPR,. Sedangkan dasar hukum yang lebih khusus melafalkan hak-hak wanita tersebut bisa ditemukan dalam Pasal 7 dan 8 CEDAW, Pasal 1, 2 dan 3 Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan.
Sedangkan dasar hukum hak-hak wanita tersebut bisa pula ditemukan dalam instrumen nasional kita. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia bisa ditemukan dalam Pasal 46 yang berbunyi inilah ini : “sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pelantikan di bidang eksekutif, yudikatif, mesti memastikan keterwakilan wanita cocok persyaratan yang ditentukan”.
2. Hak-hak wanita di bidang kewarganegaraan
Setiap insan yang hidup dalam sebuah negara memiliki hak guna mendapatkan kewarganegaraan yang cocok dengan negara dimana dia tinggal. Misalnya seseorang yang hidup dan bermukim di negara Indonesia, cocok dengan Undang-Undang Kewarganegaraan maka ada syarat-syarat tertentu yang mesti diisi seseorang guna mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Apabila kriteria-syarat itu dapat diisi maka masing-masing orang tersebut memiliki hak guna mendapatkan kewarganegaraannya. Hal berikut yang menjai di antara hak yang mesti diisi terhadap perempuan. Setiap perempuan memiliki hak yang sama guna mendapatkan kewarganegaraan sebuah negara saat mereka dapat mengisi syarat-syarat yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan di negara bersangkutan.
Dasar hukum atas hak-hak wanita di bidang kewarganegaraan itu dapat ditemukan dalam instrumen internasional. Dimana hak-hak itu dapat ditemukan dalam bahasa yang umum dalam Pasal 15 DUHAM yang berbunyi :
1. “Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan
2. Tidak seorangpun dengan semena-mena bisa dikeluarkan dari kewarganegaraannya atau ditampik haknya guna mengubah kewarganegaraannya”.
Sedangkan dasar hukum dalam ranah internasional yang memakai bahasa yang lebih eksklusif dan spesifik bisa ditemukan dalam Pasal 9 CEDAW, Pasal 1, 2 dan 3 Konvensi mengenai Kewarganegaraan Wanita Kawin, Pasal 1 Konvensi mengenai Kewarganegaraan Perempuan. Dimana dari dasar hukum itu dapat diketahui bahwa seorang perempuan memiliki hak guna memperoleh, mengubah atau menjaga kewarganegaraanya dampak perkawinannya dengan seorang pria. Dan masing-masing negara dari asal wanita tersebut mesti bisa menjamin eksistensi haknya tersebut.
Dalam ranah nasional, dasar hukum tentang hak wanita di bidang kewarganegaraan bisa ditemukan dalam Pasal 47 UU HAM yakni “seorang perempuan yang menikah dengan seorang lelaki berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengekor status kewarganegaraan suaminya tetapi memiliki hak guna mempertahankan, mengganti, atau mendapat kembali kedudukan kewarganegaraannya.” Isi pasal itu jika dikomparasikan dengan penataan internasional berhubungan yang ada memiliki pengaturan yang nyaris sama. Dengan kata lain penataan hak-hak wanita di Indonesia adalahadaptasi dari penataan yang terdapat dalam ranah internasional. Dengan demikian garansi atas hak wanita tersebut pastinya selain dinyatakan di Indonesia tetapi juga dinyatakan dalam tingkat internasional.kursus komputer majalengka
3. Hak-hak wanita di bidang edukasi dan pengajaran
Pendidikan ialah dasar yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Dengan edukasi seseorang dapat menambah kualitas hidupnya, baik dari kualitas akal, pemikiran, perilaku sampai ekonomi. Dan edukasi tersebut tentunya diperoleh dengan pengajaran. Pengajaran mesti diserahkan pada masing-masing orang guna mendapatkan edukasi yang pantas dan berkualitas. Oleh sebab itulah maka lantas setiap insan di dunia ini berhak guna mendapatkan edukasi dan pengajaran, tidak terkecuali untuk seluruh perempuan. Setiap wanita sama halnya dengan masing-masing pria memiliki hak guna mendapatkan edukasi dan pengajaran.
Atas dasar itulah maka lantas dalam instrumen internasional dapat anda temukan pengaturan-pengaturan yang memastikan hal tersebut. Pengaturan itu dapat mempunyai sifat umum untuk seluruh orang, maupun mempunyai sifat khusus untuk masing-masing perempuan. Instrumen internasional yang mempunyai sifat umum antara beda dapat ditemukan dalam Pasal 26 (1) DUHAM. Sedangkan yang mempunyai sifat lebih khusus bisa ditemukan dalam Pasal 10 CEDAW, Pasal 13 ayat (2) Kovenan mengenai Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Pasal 4 (d) Konvensi Melawan Diskriminasi dalam Pendidikan.
Selain tersebut pengaturan tentang hak itu dapat pun kita temukan dalam instrumen nasional kita. Pengaturan yang mempunyai sifat lebih umum dapat anda temukan pada Pasal 31 (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dan yang mempunyai sifat lebih khusus mengayomi hak wanita dapat ditemukan dalam Pasal 48 UU HAM yang melafalkan bahwa “Wanita berhak untuk mendapat pendidikan dan pengajaran di seluruh jenis, jenjang dan jalur edukasi sesuai dengan persyaratan yang sudah ditentukan”.
4. Hak-hak wanita di bidang profesi dan ketenagakerjaan
Berkaitan dengan hak wanita di bidang profesi dan ketenagakerjaan, ada hak-hak yang mesti diperoleh perempuan baik sebelum, saat, maupun sesudah mengerjakan pekerjaan. Sebelum mendapat pekerjaan, seorang perempuan memiliki hak untuk diserahkan kesempatan yang sama dengan lelaki untuk mendapatkan kegiatan yang seseuai dengan kemampuannya, sampai-sampai mereka wanita harus dapat dilaksanakan seleksi terhadapnya tanpa terdapat diskriminasi apapun. Saat mendapat pekerjaan, seorang perempuan pun mempunyai hak-hak yang mesti dipenuhi, yakni mendapatkan upah cocok dengan pekerjaannya, mendapatkan situasi kerja yag aman dan sehat, peluang yang sama guna dapat menambah pekerjaannya ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk pun hak guna mendapatkan pelatihan untuk menambah kualitas pekerjaannya. Setelah mendapat pekerjaan, pastinya ada saatnya saat perempuan mesti berhenti dan meninggalkan pekerjaannya. Maka saat pekerjaan tersebut berakhir, seorang perempuan pun mempunyai hak guna mendapatkan pesangon yang adil dan cocok dengan kinerja dan kualitas kegiatan yang dilakukannya.
Dasar hukum atas hak itu dalam instrumen internasional bisa ditemukan dalam Pasal 23 DUHAM, Pasal 6 ayat (1), 7 dan Pasal 8 ayat 1 butir (a) dan (b) Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, dimana didalamnya ditata hak-hak seseorang atas sebuah profesi dan kegiatan yang berlaku untuk semua orang. Dan pada Pasal 11 CEDAW, Pasal 3 Konvensi mengenai Hak-Hak Politik Perempuan, bisa ditemukan adanya perlindungan hak itu yang diberlakukan lebih khusus untuk semua perempuan.
Dalam instrumen nasional tentang hal ini bisa ditemukan dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 76 mengenai Ketenagakerjaan dan Pasal 49 (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai HAM. Dalam Pasal 49 (1) UU HAM dilafalkan bahwa ”Wanita berhak guna memilih, dipilih, diusung dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi cocok dengan persyaratan dan ketentuan perundang-undangan”.
5. Hak-hak wanita di bidang kesehatan
Perlu diketahui lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan hak-hak wanita di bidang kesehatan ialah penjaminan untuk para wanita untuk menemukan perlindungan yang lebih dan khusus. Hal ini terutama dampak rentannya kesehatan wanita sehubungan dengan faedah reproduksinya. Seorang perempuan telah memiliki kodrat dari Tuhan Yang Maha Esa untuk merasakan kehamilan, menstruasi masing-masing bulan dan pun kekuatan jasmani yang lebih lemah dikomparasikan pria. Adanya hal-hal itu inilah maka kemudian dialami perlu untuk mengerjakan perlindungan yang lebih khusus untuk mereka perempuan. kursus komputer majalengka
Dalam instrumen internasional mengenai urusan itu dapat ditemukan dalam Pasal 25 (2) DUHAM yang berbunyi “ibu dan anak berhak mendapat perhatian dan pertolongan khusus. Semua anak baik yang dicetuskan di dalam maupun di luar perkawinan, mesti merasakan perlindungan sosial yang sama”. Dan pada Pasal 12 ayat (1) Konvensi Internasional mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta dalam Pasal 11 butir (f), Pasal 12 dan Pasal 14 CEDAW. Sedangkan guna instrumen nasional bisa ditemukan dalam Pasal 28 H UUD 1945 yakni “setiap orang berhak hidup sejahtera bermunculan dan batin, berlokasi tinggal, dan menemukan lingkungan hidup yang sehat serta berhak mendapat kesehatan”. Adanya dasar penataan ini mengindikasikan bahwa negara kita memastikan setiap warganya guna mendapatkan garansi kesehatan dari negara. Khusus untuk masing-masing wanita perlindungan kesehatan dijaminkan lebih lagi dalam Pasal 49 (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai HAM yang melafalkan bahwa “perempuan berhak guna mendapatkan perlindungan eksklusif dalam pelaksanaan kegiatan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat menakut-nakuti keselamatan dan atau kesehatannya berkaitan dengan faedah reproduksi wanita”.
6. Hak-hak wanita untuk mengerjakan perbuatan hukum
Sebelum dikenalnya hak-hak atas wanita dan eksistensi perempuan yang sederajat dengan pria, wanita selalu sedang di bawah status pria. Hal ini biasanya terlihat khususnya pada suasana dimana wanita untuk mengerjakan perbuatan hukum tertentu mesti menemukan persetujuan atau di bawah dominasi pria. Keadaan berikut yang lantas menimbulkan kesadaran untuk para wanita bahwa setiap wanita mempunyai status yang sama dengan laki-laki di mata hukum, sehingga lantas muncul di antara hak wanita lainnya yang dinyatakan baik di tingkat internasional maupun nasional.
Dasar hukum dalam instrumen internasional atas hak-hak wanita ini secara umum bisa ditemukan dalam Pasal 7 DUHAM, Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 26 Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik dan secara eksklusif dalam Pasal 2 dan 15 CEDAW. Dalam instrument nasional dasar hukum atas hak-hak ini bisa ditemukan dalam Pasal 50 UU HAM yang berbunyi “wanita yang sudah dewasa dan atau sudah menikah berhak untuk mengerjakan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan beda oleh hukum agamanya”.
Sehubungan dengan garansi atas hak-hak wanita yang bersangkutan dengan hukum dan masyarakat, terdapat sejumlah permasalahan yang menimpa wanita di Indonesia diantaranya
1. Kekerasan terhadap perempuan
2. Perempuan sebagai korban perkosaan
3. Perempuan sebagai pekerja seks komersial dalam praktek prostitusi
4. Perempuan dan aborsi
5. Perempuan dan pornografi dan pornoaksi
6. Perdagangan perempuan
7. Hak-hak wanita dalam ikatan /putusnya perkawinan
Dalam suatu perkawinan adakalanya dimana pasangan suami istri darurat harus mengerjakan perceraian atau yang dinamakan dengan putusnya perkawinan. Atas putusnya perkawinan ini masing-masing pihak dari perkawinan memiliki hak dan keharusan yang sama terutama andai atas perkawinannya menghasilkan anak-anak. Selain tersebut kedua belah pihak pun mempunyai hak yang sama guna mendapat unsur harta bareng dengan persentase yang adil.
Dasar hukum atas hak itu dalam instrumen internasional bisa ditemukan dalam Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 16 butir (c) hingga dengan butir (g) CEDAW. Dan dalam instrumen nasional bisa ditemukan dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) UU HAM yang berbunyi inilah ini :
(2) “Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita memiliki hak dan tanggungjawab yang sama dengan mantan suaminya atas seluruh hal yang berkaitan dengan anak-anaknya, dengan menyimak kepentingan terbaik untuk anak”.
(3) “Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita memiliki hak yang sama dengan mantan suaminya atas seluruh hal yang berkaitan dengan harta bareng tanpa meminimalisir hak anak cocok dengan peraturan peraturan perundang-undangan”.
kursus komputer majalengka
2.2 Kronologis Kasus
Untuk memahami bagaimana pelanggaran yang terjadi atas hak-hak wanita menurut instrumen internasional dan nasional dikaitkan dengan fakta adanya penyiksaan yang terjadi terhadap TKW, maka pada penulisan kali ini pengarang akan mengemukakan salah satu permasalahan penganiyaan TKW yang baru-baru ini terjadi dan menjadi perhatian publik dan pemerintah. Kasus yang dimaksudkan ialah kasus penyiksaan yang terjadi pada Siti Hajar yakni TKW yang bekerja di Malaysia. Berikut bakal dipaparkan bagaimana kronologis terjadinya kasus sampai bagaimana dia dapat lolos dan dibantu oleh pihak pemerintah Indonesia. Kasus Siti Hajar seorang TKI yang dianiaya oleh majikannya Hau Yuan Tyng
• Pada hari Senin tanggal 8 Juni 2009 pukul 08.30 seorang TKI a.n. Siti Hajar datang Ke KBRI Kuala Lumpur guna meminta perlindungan atas penyiksaan jasmani (disiram air panas) yang dialaminya dari majikannya.
• KBRI Kuala Lumpur, pada hari Senin 8 Juni 2009 memanggil majikan a.n. Hau Yuan Tyng (Michele), Mr. Mark Neo dari Agensi Pekerja Venture Provision dan Sdri. Tanti, Wakil dari PT. Mangga Dua Mahkota di Kuala Lumpur. KBRI Kuala Lumpur mengucapkan 2 hal untuk majikan, yakni akan meneruskan permasalahan ini melewati jalur hukum dan meminta pembayaran gaji Siti Hajar sekitar 34 bulan sebesar RM. 17.000 (gaji: RM. 500/bulan).
• KBRI Kuala Lumpur, telah membawa Siti Hajar menciptakan laporan Polisi di Balai Polis Mont Kiara, Sri Hartamas. Selanjutnya permasalahan Siti Hajar ditangani oleh Investigation Officer/IO Inspektur Zul dari Ibu Pejabat Polis Daerah/IPD (setingkat Polres) Brickfields.
• Setelah membawa Siti Hajar menciptakan laporan polisi, KBRI Kuala Lumpur lantas telah membawa Siti Hajar ke Pusat Perubatan Universitas Malaya (PPUM) untuk dilaksanakan visum et repertum dengan didampingi IO dan ketika ini Siti Hajar dirawat/diopname di PPUM untuk mendapatkan rawatan lebih lanjut.
• Majikan Siti Hajar pada hari Senin, 8 Juni 2009 pukul 19.00 telah di berikan oleh KBRI Kuala Lumpur untuk Polisi Malaysia guna proses penahanan.
• Pada tanggal 9 Juni 2009, Duta Besar RI menjenguk Siti Hajar di Pusat Perubatan Universiti Malaya (PPUM). Dalam peluang tersebut, Siti Hajar dihubungkan secara langsung melewati telepon untuk berkata dengan keponakannya mempunyai nama Asep. Duta Besar RI juga berkata langsung dengan family Siti Hajar di Indonesia guna menginformasikan suasana Siti Hajar ketika ini, dan langkah-langkah yang dilaksanakan KBRI Kuala Lumpur untuk mengerjakan pendampingan terhadap Siti Hajar.
• Pada hari Rabu, 10 Juni 2009 kakak dari majikan Siti Hajar telah memberikan hak Siti Hajar melewati KBRI yakni berupa pembayaran gaji sekitar 34 bulan sebesar RM 17.000.
• Pada ketika Duta Besar Da’i Bachtiar mendatangi Siti Hajar (TKI korban penganiayaan) tanggal 11 Juni 2009 jam 11.45, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menelefon dan kemudian berkata langsung dengan Siti Hajar. Siang hari tanggal 12 Juni 2009, KBRI Kuala Lumpur sudah mempertemukan Siti Hajar dengan keluarganya yakni Sdri Nani Suryani (kakak kandung Siti Hajar) dan Sdr. Samsul Rizal (keponakan Siti Hajar). Pertemuan Siti Hajar dengan keluarganya sesudah lebih tidak cukup 3 tahun tidak berjumpa, berlangsungdalam keadaan yang dramatis di lobby KBRI Kuala Lumpur.
Sementara menantikan proses investigasi lebih lanjut dari pihak Kepolisian dan proses penyembuhannya, Siti Hajar ditempatkan di penampungan sedangkan KBRI Kuala Lumpur. Klinik kesehatan di penampungan sedangkan KBRI Kuala Lumpur, sudah dirubah menjadi ruangan eksklusif dengan fasilitasi yang lumayan memadai untuk Siti Hajar.
2.3 Analisa Kasus
Dari permasalahan tersebut bisa diketahui bahwa Siti Hajar sudah mendapat perlakuan yang tidak adil khususnya dari pihak majikannya. Ketidakadilan ini terjadi dalam ranah hak asasi manusia terutama hak perempuan. Dalam permasalahan tersebut bisa diketahui bahwa Siti Hajar sudah dilanggar hak-haknya dalam format :
1. Telah dilaksanakan penganiayaan terhadap Siti Hajar dalam format pemukulan dan penyiraman air panas ke tubuh dan mukanya.
2. Selama 34 bulan bekerja, Siti Hajar tidak menemukan haknya berupa gaji atau imbalan atas kerja kerasnya bekerja sebagai penolong rumah tangga.
Apabila melihat permasalahan tersebut maka bisa diketahui bahwa Siti Hajar sudah dilanggar hak-hak asasinya khususnya hak-hak perempuan sebab kodratnya sebagai perempuan. Hal ini bisa diketahui dengan menyaksikan pengaturan yang ada tentang hak-hak wanita baik dalam instrumen internasional maupun nasional. Hak-hak wanita yang sudah dilanggar oleh majikannya antara lain ialah :
1. Hak wanita di bidang profesi dan ketenagakerjaan
Hak wanita dalam bidang ini ialah bersangkutan dengan adanya hak-hak wanita sebelum, sesaat dan setelah bekerja. Terkait dengan permasalahan yang terjadi pada Siti Hajar, maka pelanggaran atas haknya dilaksanakan oleh majikannya di ketika ia bekerja. Pelanggaran hak yang dilaksanakan majikannya berhubungan dengan hak wanita di bidang profesi dan ketenagakerjaan ialah tidak adanya pembayaran gaji terhadap Siti Hajar sesudah 34 bulan bekerja untuk majikannya.
Hal ini tentunya berlawanan dengan dasar hukum atas hak wanita tersebut, yakni pada Pasal 11 butir (d) CEDAW yang melafalkan bahwa “setiap perempuan dan pria memiliki hak yang sama guna mendapatkan pengupahan yang sama, termasuk seluruh kemanfaatan dan atas perlakuan yang sama, dalam hal kegiatan yang bernilai sama, laksana halnya persamaan perlakuan di dalam penilaian tentang kualitas pekerjaan”. Dengan demikian seharusnya majikan dari Siti Hajar bisa membayarkan upah yang seharusnya menjadi hak darinya. Karena atas haknya itu Siti Hajar telah dipastikan dan dinyatakan oleh ketentuan dalam lingkup internasional.
Selain tersebut bila menyaksikan instrumen hukum nasional kita, maka berhubungan dengan permasalahan Siti Hajar tersebut ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan ialah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Dimana pada Pasal 88 ayat (1) dilafalkan bahwa ”setiap pekerja/ buruh berhak mendapat penghasilan yang mengisi penghidupan yang layak untuk kemanusiaan”. Dengan kata lain masing-masing pekerja baik tersebut laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama guna mendapatkan imbalan atas pekerjaannya dalam format gaji. Pembayaran upah atau gaji ini pastinya merupakan keharusan dari pengusaha/ majikan sebagai pihak yang memperkerjakan mereka dan mendapatkan deviden dari eksistensi mereka. Sehingga telah seharusnyalah majikan dari Siti Hajar tersebut menunaikan gajinya di samping karena tersebut merupakan keharusan yang mesti dipenuhinya urusan itu juga adalahhak dari pekerja yang mesti dihormati dan dijaminkan oleh mereka. kursus komputer majalengka
2. Hak wanita di bidang kesehatan
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa ada penjaminan yang lebih khusus diserahkan kepada seorang wanita bersangkutan dengan kesehatan yang dimilikinya. Hal ini disebabkan kodrat perempuan yang bertolak belakang dengan lelaki dalam hal-hal tertentu seperti wanita harus merasakan menstruasi, merasakan kehamilan sampai kekuatan jasmani yang lebih lemah dari seorang pria. Hak atas kesehatan ini dijaminkan untuk setiap perempuan tidak saja dalam kehidupannya keseharian di masyarakat namun pun ketika mereka sedang mengerjakan pekerjaan. Atas seorang pekerja mesti dilaksanakan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerjanya. Hal ini bisa diketahui dengan adanya penataan dalam Pasal 86 (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berbunyi “setiap pekerja / buruh memiliki hak untuk mendapat perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang cocok dengan harkat dan martabat insan serta nilai-nilai agama”.
Dengan demikian bisa diketahui bahwa seorang pekerja mesti menemukan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan saat melakukan pekerjaan. Terkait dengan permasalahan yang terjadi pada Siti Hajar maka bisa diketahui bahwa Siti Hajar tidak menemukan perlindungan atas kesehatan dan keselamatannya saat bekerja. Dengan dilakukannya penyiksaan dan penganiayaan terhadapnya maka keselamatan Siti Hajar saat melakukan kegiatan tidaklah terlindungi. Selain tersebut dengan adanya penganiayaan tersebut maka perlakuan yang cocok dengan harkat dan martabat manusia pun tidak terlindungi. Seseorang yang dipukul dan diguyur air panas sebab kesalahan kecil adalahhal yang tidak cocok dengan harkat dan martabat manusia. Siti Hajar diperlakukan laksana bukan insan yang bermartabat dan berbudi. Ketika perlindungan tidak terjadi maka salah satu akibat yang terjadi ialah adanya penyiksaan yang dirasakan oleh Siti Hajar yang berdampak pada suasana Siti Hajar yang mesti diasuh di lokasi tinggal sakit dengan tubuh yang babak belur dan bukan lagi sehat. Dengan demikian maka hak atas kesehatan yang seharusnya diperoleh oleh menjadi terlanggar.
Perlindungan atas hak kesehatan seseorang pun dapat ditemukan dalam instrument hukum nasional kita yakni pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan yang melafalkan bahwa “setiap orang memiliki hak yang sama dalam mendapat derajat kesehatan yang optimal.” Pada pasal itu dapat diketahui bahwa secara umum setiap insan baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak guna mendapatkan kesehatan, baik dalam kehidupan keseharian maupun saat bekerja. Hal berikut yang seharusnya dirasakan oleh Siti Hajar, sebagai seorang penduduk Negara Indonesia Siti Hajar mesti menemukan hak yang sama untuk mendapat kesehatan. Karena itulah telah seharusnya ketika dampak dari perlindungan yang tidak dapat dilaksanakan terhadapnya terjadi dan pelanggaran atas hak terjadi, pemerintah langsung beraksi untuk mengobati dan mengurus Siti Hajar guna mendapatkan kesehatannya kembali.
3. Hak wanita untuk mengerjakan perbuatan hukum
Seperti yang telah dilafalkan sebelumnya bahwa dalam urusan hak-hak permpuan untuk mengerjakan perbuatan hukum terdapat persoalan yang bisa menimpa wanita ketika bersangkutan dengan hukum dan masyarakat. Salah satu persoalan yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi pada Siti Hajar ialah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap kaum perempuan ialah suatu penghambat untuk tercapainya sasaran-sasaran persamaan, pembangunan dan perdamaian. Kekerasan terhadap kaum wanita melanggar dan merugikan atau mengurungkan penikmatan kaum wanita akan hak-hak asasi dan kemerdekaan dasarnya. Di seluruh masyarakat baik di tingkat luas atau yang lebih kecil, wanita dan anak-anak wanita telah menjadi penyalahgunaan fisik, seksual, psikologi, yang tidak pandang tingkat pendapatan, ruang belajar sosial, dan kebudayaan. Rendahnya kedudukan sosial dan ekonomi semua perempuan bisa menjadi karena maupun dampak dari kekerasan yang dilaksanakan terhadap kaum perempuan
Salah satu karena yang menyebabkan adanya kekerasan terhadap perempuan ialah adanya pandangan bahwa kedudukan sosial dan ekonomi semua perempuan memiliki derajat yang lebih rendah dikomparasikan pria. Adanya pandangan ini berlawanan dengan hak wanita untuk mengerjakan perbuatan hukum. Hak untuk mengerjakan perbuatan hukum dapat ditafsirkan bahwa masing-masing perempuan memiliki derajat yang sama di mata hukum. Karena itulah kekerasan yang terjadi pada wanita adalahpelanggaran atas hak wanita dalam mengerjakan perbuatan hukum.
Kekerasan yang dilaksanakan dalam terhadap wanita dapat berupa penyiksaan, penyalahgunaan jasmani dan mental dan beda sebagainya. Terkait dengan permasalahan yang terjadi pada Siti Hajar, bisa diketahui bahwa sudah terjadi penyiksaan terhadapnya. Penganiayaan yang terjadi pada Siti Hajar dilaksanakan majikannya dalam format pemukulan dan penyiraman air panas untuk muka dan tubuh Siti Hajar.
Atas kekerasan yang dirasakan oleh Siti Hajar butuh diketahui bahwa urusan itu menandakan adanya pandangan dari majikannya bahwa kedudukan sosial perempuan terutama Siti Hajar memiliki derajat yang bertolak belakang dengannya. Karena itulah maka lantas dia merasa bahwa perbuatan kekerasan yang dilakukannya ialah hal yang lumrah diterima oleh Siti Hajar sebagai seorang penolong rumah tangga. Adanya pandangan tersebut memunculkan pertentangan dengan hak wanita yang memiliki derajat yang sama di mata hukum dengan pihak manapun. Persamaan derajat seseorang di mata hukum tersebut ditata dalam Pasal 15 ayat (1) CEDAW yang berbunyi bahwa “negara peserta bakal memberikan untuk perempuan persamaan dengan lelaki di depan hukum”.
Dengan menyaksikan analisa permasalahan tersebut di atas dapat diputuskan bahwa dengan adanya penganiayaan yang dilaksanakan terhadap tenaga kerja perempuan Indonesia di luar negeri sudah terjadi pelanggaran atas hak-hak wanita yang berhubungan dengan hak asasi manusia. Pelanggaran itu dapat terjadi dampak factor-faktor berhubungan yang memperbesar bisa jadi dilakukannya pelanggaran. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Kurangnya pengetahuan dari TKW sendiri tentang hak asasi manusia terutama hak-hak perempuan. Dimana andai TKW mengetahui urusan itu mereka dapat berjuang mendapatkan dan menjaga hak-haknya.
2. Kurangnya perlindungan hukum untuk TKW ketika berada di luar negeri. Sehingga bilalaupun terjadi pelanggaran, bakal sulit mengerjakan penegakkan hukum terhadapnya.
3. Kurangnya perhatian dari pemerintah untuk memastikan hak-hak wanita dari TKW guna tidak dilanggar oleh pihak lain khususnya majikan dimana mereka bekerja.
Adanya faktor-faktor itu maka diinginkan baik dari pihak pemerintah, distributor TKW maupun calon-calon TKW sendiri untuk menyerahkan perhatian yang lebih untuk permasalahan tentang hak-hak asasi manusia terutama hak-hak wanita terhadap calon TKW. Hal ini diharapkan supaya kejadian laksana yang ditimpa oleh Siti Hajar tidak bakal terulang pulang di beda waktu
BAB III
PENUTUP
A. KesimpulanDengan menyaksikan pembahasan dalam bab sebelumnya bisa diketahui bahwa dengan adanya penyiksaan yang terjadi pada Tenaga Kerja Wanita Indonesia di luar negeri telah menyebabkan adanya pelanggaran hak asasi manusia terutama hak-hak perempuan. Khusus untuk permasalahan penganiayaan yang terjadi pada TKW Indonesia di Malaysia yakni Siti Hajar bisa diketahui bahwa sudah ada pelanggaran hak-hak perempuan terutama hak-hak wanita yang dipunyai oleh Siti Hajar. Hak-hak wanita tersebut antara lain ialah hak wanita di bidang profesi dan ketenagakerjaan, yang disebabkan tidak dibayarnya Siti Hajar oleh majikannya sekitar 34 bulan bekerja. Selain tersebut hak wanita di bidang kesehatan sudah dilanggar pula dengan adanya pemukulan dan perbuatan yang tidak bermartabat sebab dilakukannya penyiraman air panas terhadap Siti Hajar. Dan pun telah dilanggar pula hak wanita untuk mengerjakan perbuatan hukum berhubungan dilakukannya kekerasan terhadapnya. kursus komputer majalengka
0 Komentar